Artikel
Berpikir Positif
Ilustrasi Busway
Suatu pagi, Miun sudah siap berangkat ke
tempat kerjanya. Karena tidak memiliki kendaraan, maka miun pun memilih moda
transportasi yang ternyaman dan tercepan di Jakarta, yaitu Busway. Setelah
membayar tiket masuk, ia pun duduk dengan manis di bangku Busway, sambil
mengamati orang-orang di sekitarnya. Di sebelahnya, dudu dua orang wanita karir
yang sedang bercakap-cakap
“mbak tau tidak, saya hari ini sedang
sedih, kesal, marah dan kecewa” kata wanita yang satu.
“Memangnya ada apa?” jawab rekannya
“suami saya tidak mau membelikan saya hp
yang terbaru...”
“Loh bukannya kamu sudah punya hp yang
mahal?”
“iya sih, tapi bikan yang terbaru... kan
saya malu menjadi orang yang tidak up to date di arisan..”
“ya ampun, kamu ini gak bersyukur banget
sih... orang lain tuh buat makan sehari-hari aja udah repon. Sedangkan kamu ga
beli hp terbaru sudah ribut kaya petasan. Padahal hp yang kamu punya juga masih
tergolong baru...”
Malas mendengar lanjutannya, Miun kemudian
mencoba mengalihkan indra pendengarannya ke pecakapan lain di busway tesebut,
yaitu pada orang yang duduk di sebelah kirinya. Ia adalah seorang berusia 30
tahunan yang sedang melakukan pembicaraan dengan telepon selularnya.
“jack aku lagi kesal nih, tadi pagi bangun
kesiangan. Jadi sekarang gue lagi was-was neh takut telat.”
Belum juga miun selesai mendengarkan
lanjutan ceritanya, ia kembali mendengar berbagai percakapan orang lain di
dalam bis itu. Karena penumpangnya semakin banyak, maka semakin banyak pula
yang di dengar oleh Miun. Dan dengan sengaja, miun membuka telinganya
lebar-lebar untuk mendengarkan percakapan-percakapan di sekelilingnya.
“waduh... jalanya macet lagi, aku pasti
terlambat sampai ke kantor”
“wah,buswaynya jelek nih, nunggunya
lama...”
Hal apakah yang sering dilakukan oleh kita, manusia yang
sok sibuk? Ya benar, mengeluh. Inilah hal yang tidak pernah lupa untuk
dilakukan, inilah pernyataan yang tak pernah khilaf untuk diucapakan. Dari
mulai bangun pagi misalnya, ketika kita terlambat bangun, kita langsung
mengeluh. Ketika ingin mandi, tiba-tiba airnya mati, kita juga langsing
mengeluh. Ketika koran terlambat datang, kita juga kembali mengeluh.
Selanjutnya, kita berangkat ke kantor dan kembali mengeluh karena jalanan macet
dan seterusnya. Pertanyaannya adalah mengapa kita muda mengeluh? Apakah
mengeluh adalah suatu aktivitas yang menyenangkan sehingga setiap hari kita mau
melakukannya? Kelihatannya memang seperti itu, sebab tapa terasa kegiatan
mengeluh dapat melepaskan ketegangan dan pada gilirannya dapat mengurangi
sters. Bahkan, mengeluh dapat mengurangi (bahkan menghilangkan) tangung jawab
yang seharusnya kita pikul. Namun, rasanya semua orang juga setuju bahwa
mengeluh libih banyak negatifnya dari pada positifnya dan mari kita tidak usah
pemperpanjang lagi mengenai masalah
keluh mengeluh ini. Sebaliknya, mari kia mulai berpikir, darimana sumber
keluhan itu beasal? Tepat sekali, dari pikiran kita. Pikiran kitalah sumber
segala keluhan yang kita lontarnkan. Pikiran kitalah yang memprose informasi
ataupun berbagai kejadian yang kita alami, untuk kemudian diolah menjadi
keluhan atau pun justru menjadi semangat kita. Inilah yang membedakan kita
dengan orang lain, yaitu bagaimana kita berpikir. Sebagai contoh, ketika
sekelompok orang terjebak macet, isi pikirannya boleh jadi berbeda-beda. Ada yang
mengeluh dan ada pula yang berpikir sebaliknya. Mengapa bisa berbeda-beda?
Karena masing-masing orang mempunyai jalan pikirannya masing masing, sebagai
respon dari situasi yang menimpanya. Artinya, kita sepakat bahwa kita bisa
memilih pemikiran kita.
Ketika lampu mati, dari pada kita mengeluh dan
menyalahkan perusahaan suplier listrik, bukankah lebih baik jika kita
menyalakan lilin?
|
Kita bisa memilih pemikiran kita
Apabila kepada anda diberikan sebuah
pena dan selembar kertas kosong, maka anda bisa memilih untuk menggambar
binatang, benda, manusia, tumbuhan, dan apapun yang ada di pikiran anda saat
itu. Demikian juga ketika anda dihadapkan pada seperangkat alat masak dan
sekeranjang buah dan sayuran, anda bisa memilih untuk membuat masakan yang anda
pikirkan saat itu. Hal ini menunjukan bahwa kita manusia memiliki kebebasan
penuh untuk menentukan pikiran-pikiran kita. Ketika kita dapat menggambar
apapun dalam sebuah kertas kosong, maka sebebas itulah kita dapat memilih
pikiran-pikiran kita ketika kita bangun di pagi hari.
Mari kita telaah apa yang dapat
terjadi pada orang-orang ketika bangun di pagi hari. Ada sebagian orang yang
ketika bangu di pagi hari mengharapkan hari itu akan cerah, jalanan tidak
macet, atasannya berbaik hati, klien-klienya tidak rewel, kolegan-kolegannya
siap membantu pekerjaannya dan lain-lain. Golongan ini menyerahkan hidupnya
pada daya-daya dari luar yang sulit untuk dipengaruhi. Parahnya, mereka hampir
menghayati ini setiap hari. Sebagian orng-orang yang lain, memutuskan jenis
hari seperti apa yang ingin mereka jalani setiap hari. Apakah hari yang
menyenangkan, penuh tantangan, banyak antusias, dan lain-lain. Mereka adalah
orang-orang yang berani menentukan pilihan. Mereka memilih untuk mengendalikan
hari-harinya, tidak peduli apakah hari bersinar atau tertutup awan, jalanan
macet atau lancar, atasan bersikap manis atau jahat, dan lain-lain. Mereka
memilih untuk tidak akan membiarkan berbagai kejadian-kejadian di luar
mempengaruhi mood, semangat, dan antusias mereka setiap hari. Bagaimana dengan
anda?
Yunus timotheus dalam bukunya yang
terkenal “seandainya semua orang berpikir positif” menyatakan bahwa berfikir
positif akan menuntun anda untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk,
sekaligus akan mndorong untuk melakukan apa yang baik dan menjauihi apa yang
buruk.”
Apakah mudah berfikir positif? Mudah
tentu saja, sama dengan mudahnya kita berpikir negatif. Nah, jika kita sudah
mengetahui ahwa keduanya mudah, maka kemudian tugas kita selanjutnya adalah
lebih sering berfikir positif, karena toh hal tersebut (ternyata) sama mudahnya
dengan berfikir secara negatif. Sekali lagi hanya itulah tugas kita, yaitu
berusaha berpikir positif sesering mungkin. Mengapa demikian? Karena ketika
kita sudah berusaha berfikir positif sesering mungkin pun, masih seringkali
kecolongan berpikir negatif. Artinya, sudah saatnya kita selalu memaksa diri
untuk berpikir positif, dari pada membiarkan diri kita berpikir secara negatif.
Siap?
Read Users' Comments (0)